Senin, 23 November 2015

GARA GARA

Baru hari pertama masuk sekolah setelah MOS selama 3 hari aku sudah terlambat. Aku tidak akan menyalahkan siapa-siapa ataupun memberi banyak alasan kenapa hari ini aku terlambat karena memang seratus persen ini kesalahanku. Jemari Mama sampai bengkak–bengkak karena saking semangatnya mengetuk pintu membangunkanku. Dan sekarang aku kelihatan seperti orang bloon, menatap lurus ke arah pagar berharap pagar itu akan terbuka dengan sendirinya. Atau paling tidak, muka seram satpam itu berubah menjadi sosok Kim Bum yang bisa membuatku nekat melakukan apa saja, termasuk menciumnya, ups! Setelah beberapa menit menunggu di depan pagar, akhirnya aku dan rombongan siswa terlambat lainnya diizinkan masuk.
“Kalian ini! Belum ada siapa-siapa yang diurus malah terlambat. Lihat saya, anak 3, belum lagi suami sama mertua yang mau dibuatin sarapan. Bayangkan bagaimana saya bisa mengurus semuanya dan masih tetap datang tepat waktu ke sekolah!” omel Bu Tuti, guru piket yang bertugas memberi kami hukuman.
“Curcol nih ye” celetuk salah seorang Kakak kelas di belakangku. Muka Bu Tuti merah padam.
“Update status udah belum bu?” tambah yang lain. Bu Tuti langsung berkacak pinggang.
“Kamu! Tuh yang ngomong tadi, pel lantai koridor ruang guru, dan ruang kepala sekolah.” Lalu Bu Tuti tersenyum dengan puasnya. Dia sedang membayangkan betapa panjangnya koridor itu. Kakak kelas yang nyeletuk tadi pun jadi mati kutu dan pasrah saja.
Setelah pembagian tugas, ehem.. hukuman maksudnya, kami pun bubar dan berangkat ke spot masing-masing. Karena aku masih kelas 10, aku diberi hukuman yang paling ringan versi Bu Tuti: membersihkan wc. Hariku memang lagi sial. Dengan langkah gontai aku berjalan ke sarang nyamuk, lalat, kecoa dan tikus itu.
WC sekolah sangat kecil, tapi cukup besar buat dijadikan rumah kecoa. Saat masuk saja seekor tikus kencing di hadapanku. Tanpa rasa malu dan segan dia berlalu saja melewatiku kembali mengorek-ngorek tong sampah yang ada di sudut WC. Melihat itu aku jadi ingin balas dendam atas ketidaksopanannya. Aku akan mulai membersihkan WC ini dari tong sampah itu. Aku bawa ke luar dan aku buang di tempat pembuangan. “Welcome to the new house, rat!” Ujarku dalam hati.
Lantai berlumut dan menjadi tempat menepel bermacam-macam noda itu aku sikat sampai akhirnya kembali ke warna normal. Kemudian aku pel lantai itu menggunakan pewangi. Setelah semua beres, sepertinya malah aku yang perlu mandi. Aku ke luar dari WC dengan perasaan puas dan cape luar biasa. Bel habisnya 1 jam pelajaran berbunyi. Berarti aku sudah ketinggalan. Dengan buru-buru aku ambil ember bekas air pel, dan aku siramkan saja ke pohon yang tidak jauh dari situ. Saat aku berbalik mau ke kelas, ada suara cowok memanggilku. Bukan panggilan mesra, tapi marah. Dan hal itu membuatku kaget dan takut.
“Hoy!!! Sini kamu!! Yang megang ember!” teriaknya. Aku berbalik lagi, dan melihat dari jarak agak jauh, ada seorang cowok beridiri di sana. Sepertinya Kakak kelas. Dan dia basah kuyup?! Apa gara-gara…
“Eh! Sembarangan aja nyiram orang! Sini kamu!” aku berjalan pelan ke arahnya dengan wajah tertunduk.
“Maaf kak nggak sengaja” ujarku lirih. Kini aku tepat di depannya, tidak berani menegakkan mukaku. Hanya melihat sepatunya yang juga basah.
“Eh, lihat sini!” ia memegang kepalaku dan berhasil melihat wajahku yang ketakutan.
Aku pun akhirnya bisa melihat wajahnya yang basah. Dan saat itu, ada sesuatu yang berdesir di dadaku, dan angin sepoi pun sepertinya tengah membelai wajahku. Muka garangnya seketika hilang berganti senyuman. Lalu dia geleng-geleng kepala. Ops! Aku ingat dia! Sepertinya dia juga mengingatku.
“Ya Tuhan aku kira kesialanku berakhir di bioskop itu.” Komentarnya, lalu mundur selangkah, dengan mata terus menatap ke arahku.
Aku jadi salah tingkah, dan jadi teringat kembali kejadian minggu lalu. Saat aku ke bioskop dengan sepupuku, aku duduk di seat yang salah. Dan ternyata seat itu milik, em, aku baca dulu name tag-nya, Ka Ozi. Aku malah ngotot dan membuat keributan kecil hingga akhirnya mbak-mbak penjaganya datang dan ternyata seat aku ada di sebelahnya. Dan itu belum berakhir. Aku malah salah makan popcorn. Pop corn kak Ozi yang aku lahap, sedangkan dia hanya bisa menatapku dengan rasa tidak percaya. Aku cuek saja waktu itu karena merasa itu popcorn-ku. Dan ternyata dia Kakak kelasku.
Aku lihat lagi kak Ozi yang masih berdiri di depanku. Mukanya tidak menyeramkan lagi. Tapi pastinya mukaku yang sudah berubah seperti kepiting rebus.
“Maaf kak. Aku nggak tahu kalau ada orang di sana.” Dia tersenyum! Tuhan indahnya ciptaanmu yang satu ini. Dag-dig-dug jantungku menunggu reaksinya.
“Kamu harus tanggungjawab! Jangan cuma minta maaf aja.” Jawabnya datar. Glek! Aku harus gimana dong?
“Ia Kakakku mau tanggungjawab. Aku harus gimana?” ujarku pasrah. Aku pasang wajah menyesalku setotalnya. Dia diam sejenak. Dan itu membuatku makin tidak tahan untuk tidak melihat wajahnya. Ternyata kegantengannya tidak terhapus oleh air pel yang kusiram.
“HP kamu mana?” aku mengeluarkan HP-ku dan memberikan padanya karena ia mengulur tangannya.
Beberapa detik ia mengetikkan sesuatu di Hp-ku, dan kemudian ia kembalikan.
“Nih, hp kamu. Kalau kamu memang mau tanggung jawab, nanti siang kita makan di luar bareng! Em, berdua! Nomor kamu udah aku simpan, kok!” dia berlalu dengan cueknya sedangkan aku masih melongo di tempat, berusaha mencerna kata-katanya.
“Haaahh? Aku bayar tanggung jawabku dengan sebuah kencan?”

Related Posts

GARA GARA
4/ 5
Oleh